II.1 Cina, Jepang dan Formosa dan Philipina

Di tahun 1684, Dinasti Qing kembali membuka pelabuhannya untuk perdagangan luar negeri. Kawasan Asia Tenggara memetik keuntungan dari pertukaran produk yang semakin rancak dilakukan para nakhoda Cina. Canton, Amoy dan Ningbo juga menjadi daya tarik bagi kapal-kapal Eropa, utamanya dari Inggris. Pelabuhan Johor, Banjarmasin dan Batavia merupakan pelabuhan-antara bagi pertukaran barang. Pemerintah Agung VOC di kantor pusatnya di Asia, Kastel Batavia, menjalankan kebijakan monopolistik yang ketat dan sangat mencurigai para kapten kapal Inggris dan karena itu menghimpan banyak sekali informasi intelijen terkait kegiatan perdagangan (luar negeri) Cina. Sebuah dokumen berisi wawancara seorang nakhoda Cina.
Wawancara seperti itu memberikan informasi tangan pertama yang sangat berharga tentang kegiatan perdagangan luar negeri Cina di kurun waktu bersangkutan. Dokumen-dokumen lain yang bersifat lebih resmi atau ditulis dengan sudut pandang kebijakan Belanda, dapat ditemukan dalam koleksi ANRI. Batavia merupakan tempat aman bagi banyak pedagang Cina yang memerlukan bantuan dalam menyelesaikan perselisihan dagang mereka. Bahkan, para pejabat Kompeni sering kali diminta untuk melakukan mediasi dalam perselisihan demikian. Oleh karena jumlah surat permohonan bantuan pribadi sangat banyak, maka dapat diungkapkan identitas ribuan pedagang Cina dari seberang. Khususnya dari dokumen-dokumen yang berasal dari pedagang Cina itu sendiri yang berisi banyak informasi tentang kegiatan ekonomi dan kehidupan sosial pribadi mereka.