III.6 Alih Teknologi dan Ilmu Pengetahuan

Salah satu pengaruh yang berkepanjangan dalam perjumpaan Asia-Eropa adalah pertukaran pengetahuan dan teknologi. Dalam arsip kita terkadang menemukan pesanan untuk sepasang kaca mata bagi seorang penguasa atau pedagang Asia. Memanglah, kemampuan untuk membaca sangat penting untuk dapat memertahankan hidup yang produktip. Jam, bola dunia dan peta serta buku-buku cetakan semuanya merupakan bagian dari era globalisasi abad kedelapanbelas.

Di abad ketujuhbelas, ilmu pengetahuan mendukung pandangan bahwa alam semesta diciptakan oleh kuasa ilahi. Ilmu pengetahuan tidak mempertanyakan Ciptaan Tuhan melainkan justru mengesahkannya. Pada tahap awal, cendekiawan di Universitas Leiden memesan aneka tanaman serta binatang langka untuk ditambahkan pada koleksi mereka. Tujuannya adalah untuk memperluas pengetahuan tentang Ilmu Pengetahuan Alam. Para kolektor pribadi seperti pedagang Georgius Everhardus Rumphius (1627-1702) di Ambon mengoleksi berbagai tumbuh-tumbuhan. Selama abad kedelapanbelas, ilmu pengetahuan semakin mendapat dorongan untuk eksploitasi ekonomi. Penelitian geologi misalnya, membantu orang menemukan ladang-ladang emas dan timah atau sumber-sumber belerang.

Yang lebih sukar adalah untuk merunut pertukaran teknologi pada tataran praktis. Tehnik pembangunan kapal Jawa misalnya, memengaruhi penggunaan kapal dengan dasar datar, seperti jenis kapal pencalang, yang kemudian dibuat oleh para pedagang dan perusahaan Eropa. Pengetahuan orang Cina terkait penggilingan tebu dan penyulingan gula menjadikan Batavia sebagai tempat yang sangat menguntungkan bagi banyak investor. Pengetahuan matematika Eropa terkait pembangunan rumah dan benteng berpengaruh pada gaya hidup kaum elite Asia. Kontrak dan dokumen sederhana yang terdapat dalam arsip mencerminkan aneka cara pengalihan teknologi dan ketrampilan.