Surat berasal dari Chaophraya Phraklang atas nama Raja Thai Sa (memerintah 1709-1733) ditujukan kepada Pemerintah Agung di Batavia, (diterima) 9 Maret 1730, dan jawaban dari Batavia, 3 Agustus 1730

Pohon Secang

Kata Pengantar oleh Hendrik E. Niemeijer, Senior Lecturer in Maritime and World History (Diponegoro University, Semarang)

Download the full article in PDF

Siapapun yang membaca surat dari Chaophraya Phrakhlang atas nama Raja Tai Sa (m. 1709-1733) akan menarik kesimpulan bahwa VOC adalah pedagang tekstil yang cukup ceroboh. Kualitas tekstil mereka tidak layak. Phrakhlang mengeluh bahwa jenis kain katun yang diserahkan tidak sesuai dengan sampel yang telah diberikan. Dia menyiratkan bahwa Siam juga bisa membeli tekstil sendiri di India. Pasar Siam berlimpah dengan tekstil India, dan VOC tidak perlu mengirimkan terlalu banyak tekstil.

Tetapi ada lebih banyak lagi kritikan terhadap VOC. Menurut surat itu, Pemerintah Agung di Batavia memperlakukan kuda-kuda secara kasar sekali. 40 sampai 50 kuda yang dibeli oleh para pedagang kuda Siam di Jawa dan yang sesuai dengan peraturan tahunan diizinkan untuk dikirimkan melalui kapal VOC, semuanya diangkut dengan satu kapal yang terlalu kecil. Ketika kuda-kuda itu tiba di Ayutthaya ternyata seluruh konsinyasi benar-benar diabaikan dan kuda-kuda itu berada dalam kondisi buruk dan kurus. Setelah kuda-kuda itu diturunkan dari kapal, beberapa di antaranya sudah dalam keadaan sekarat di tempat itu juga. Dengan begitu, mereka kehilangan seperempat dari ternak itu. Batavia diminta di masa depan menggunakan dua kapal untuk mengangkut kuda.

Dan seolah-olah semua itu belum cukup parah, Opperhoofd (kepala kantor perwakilan perdagangan VOC) Rogier van Alderwereld memukuli seorang penerjemah di loji VOC. Penerjemah itu menolak untuk menimbang beras bagi Perusahaan Kompeni lebih banyak dari batasan-batasan yang sudah ditentukan Phrakhlang. Batavia diminta dengan sangat untuk menggantikan opperhoofd  yang ringan tangan itu. Penerjemah tua tersebut adalah orang yang dihormati yang telah begitu buruk diperlakukan sampai-sampai wajahnya bengkak, dan tubuhnya di sana-sini memar-memar hitam dan biru. Di Ligor, orang Belanda juga tidak berperilaku lebih baik, dengan merebut sebuah kapal bermuatan timah yang diperuntukkan bagi raja.

Apabila melihat lebih dekat pada nada dan isi surat dari Siam tersebut, maka tidak bisa dihindarkan adanya kesan bahwa kerajaan Siam marah terhadap kehadiran dan perilaku para wakil Belanda. Nada surat itu bernada rasa percaya diri, atau bahkan rasa superior. Pesan yang akhirnya ingin disampaikan adalah, orang asing dan orang luar boleh saja datang dan melakukan perdagangan mereka di Siam, tetapi semua itu harus dilakukan menurut peraturan yang sudah ditetapkan dan tanpa melakukan kesalahan-kesalahan, sesuai dengan kesepakatan yang patut dan perasaan saling bersahabat. Sebenarnya mereka mengatakan: jika orang asing tidak cukup menyesuaikan diri mereka, maka mereka bisa pergi saja. Dan begitulah nada sebagian besar surat dari abad ke-18. Ada kontras yang sangat besar dalam gaya dan nada surat-surat diplomatik yang mencapai Batavia dari para pangeran dan sultan di kepulauan Melayu-Indonesia. Surat-surat dari Siam menampilkan dirinya dengan perasaan yakin, bangga, independen dan penuh rasa harga diri.

Jawaban surat dari Pemerintah Agung adalah profesional dan tanpa emosi – seperti layaknya surat diplomatik modern. Laporan kesalahan Opperhoofd Van Alderwereld diterima dengan penyesalan, dan ia dengan cepat diganti. Pemerintah Agung mengakui bahwa Phrakhlang benar di berbagai poin, dan VOC akan melakukan upaya untuk menjadi pemasok tekstil yang lebih baik. Surat itu disertai dengan seperangkat perak dari Eropa dan minyak atsiri mawar; dan di masa depan akan digunakan kapal yang lebih besar untuk mengangkut kuda. Di samping kuda yang bugar, Siam juga menerima hadiah dua ekor kuda Persia sebagai bonus. Hubungan itu pun dipulihkan kembali.

 

Sumber Acuan:

Bhawan Ruangsilp. Dutch East India Company Merchants at the Court of Ayutthaya: Dutch Perceptions of the Thai Kingdom, c. 1604-1765. Leiden/Boston: Brill, 2007, hlm. 180-194.

Brummelhuis, Han ten. Merchant, Courtier and Diplomat. A History of the Contacts between the Netherlands and Thailand. Lochem-Gent: de Tijdstroom, 1987.

Dhiravat na Pombejra. “Javanese horses for the court of Ayutthaya” dalam Greg Bankoff dan Sandra S. Swart (eds.). Breeds of Empire. The ‘Invention’ of the Horse in Southeast Asia and Southern Africa 1500-1950. Copenhagen: NIAS, 2007, hlm.65-81.

Hendrik E. Niemeijer, “Surat berasal dari Chaophraya Phraklang atas nama Raja Thai Sa (berkuasa 1709-1733) ditujukan kepada Pemerintah Agung di Batavia, (diterima) 9 Maret 1730, dan jawaban dari Batavia, 3 Augustus 1730”. Dalam: Harta Karun. Khazanah Sejarah Indonesia dan Asia-Europa dari arsip VOC di Jakarta, dokumen 25. Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, 2016.