Surat berasal dari Raja Siam Narai (memerintah 1656-1688) ditujukan kepada Pemerintah Agung, (diterima) 2 Maret 1674, dan jawaban dari Batavia, 27 April 1674

Delegasi rapat Raja Siam (Thailand), Jan Luyken, 1687

Kata Pengantar oleh Hendrik E. Niemeijer, Senior Lecturer in Maritime and World History (Diponegoro University, Semarang)

Download the full article in PDF

Surat, yang dipilih di sini dari pemerintahan Raja Narai, berasal dari kurang lebih bulan Oktober 1673. Surat balasan dari Pemerintah Agung Kastel Batavia ke Siam (lihat dokumen berikutnya) adalah salah satu balasan pertama dari Pemerintah Agung yang bisa ditemukan dalam arsip VOC baik di Den Haag maupun di Jakarta. Tidak ada surat-surat yang bisa ditelusuri dari sebelum 1672, dan mungkin saja surat-surat itu telah musnah.

Surat ini mengacu pada insiden antara Belanda dan Inggris. Meskipun isinya disajikan dengan cara diplomatik, sebenarnya surat itu merupakan surat marah. Raja Narai sangat tidak senang bahwa Belanda telah menggunakan kapal Inggris, Philips and Ann, meninggalkan Ayutthaya menuju Bombay. Di atas kapal tersebut ada beberapa hadiah diplomatik dari Raja untuk Presiden EIC [1] di Bombay. Presiden EIC, Gerard Aungier, dan anggota dewannya menulis kepada EIC di London bahwa ia telah menerima surat dari Phrakhlangh bahwa Raja “much offended at the Dutch for that and their other insolency to the merchants” [begitu tersinggung terhadap Belanda karena hal itu dan karena keangkuhan mereka yang lain terhadap para pedagang]. [2]

Konteksnya adalah Perang Inggris-Belanda Ketiga (awal 1672 - awal 1674), di mana Angkatan Laut Kerajaan Inggris bergabung dengan Prancis memblokade Republik Belanda di laut dan Raja Inggris Charles II berusaha untuk menundukkan Republik Belanda. Aliansi Inggris-Perancis ditandatangani pada masa Perjanjian rahasia Dover pada tahun 1670, yang bertujuan untuk memberi hukuman terhadap Republik Belanda. Selama peperangan ini, Laksamana Belanda Michiel de Ruyter memenangkan beberapa pertempuran laut dan Parlemen Inggris memaksa Charles II untuk menghentikan perang yang setelah dua tahun berlangsung tanpa ada hasilnya. Tahun 1672 dikenal dalam sejarah Belanda sebagai “Tahun Bencana” (Rampjaar), karena pada bulan Juni Raja Perancis Louis XIV menyerbu Belanda dengan 130.000 orang tentara..

Hal ini merupakan pertanyaan menarik – tapi tak terjawab – tentang seberapa jauh Raja Siam Narai menyadari kerincian perjanjian dan peristiwa Eropa tersebut. Surat dari Batavia tertanggal 27 April 1674 menunjukkan bahwa itu adalah tugas dari pedagang eksekutif Belanda di Ayutthaya – pada waktu itu Johannes van der Spijck – untuk menginformasikan ke istana tentang kemenangan Belanda di laut. Kita bisa membayangkan bahwa Inggris dan Perancis di Ayutthaya juga sudah memberikan informasi mereka tentang Perang Inggris-Belanda kepada para pejabat istana.

Société des Misi étrangères de Paris Perancis (M.E.P.; Komunitas Misi Asing Paris, didirikan 1658-1663) telah menerima izin untuk membuka Seminari Saint Joseph di Ayutthaya pada tahun 1666, setelah kedatangan Mgr. Lambert de la Motte dan pendiri dari M.E.P., Mgr. François Pallu. Toleransi beragama Raja Narai yang tinggi adalah hal yang luar biasa untuk masa itu, dan Siam adalah satu-satunya negara Asia Tenggara di mana seminari Katolik Roma pada masa itu dapat ditemukan. Salah satu keluhan Raja Narai terhadap Belanda adalah kebijakan anti-Katolik Belanda dan penghalangan mereka untuk memfasilitasi misionaris Katolik yang tiba di Banten atau Batavia. Hal itu menghambat korespondensi kerajaan dengan Raja Perancis Louis XIV (memerintah 1643-1715) dan Paus Alexander VII (menjabat 1655-1667) dan Clement IX (menjabat 1667-1669). Kebijakan luar negeri Raja Narai ini ditujukan untuk mempertinggi martabatnya dengan cara menggiatkan kontak diplomatik dengan para penguasa dan pemimpin spiritual Eropa yang paling kuat. Tidaklah mengherankan bahwa selama periode 1665-1679 M.E.P. mampu membangun dirinya dengan kokoh di Ayutthaya.

Sebagaimana kita telah lihat di dokumen 22, Inggris tidak menganggap Ayutthaya sebagai tempat perdagangan penting karena mereka menutup kantor perwakilan Hirado mereka pada tahun 1623. Perdagangan Inggris dipusatkan di Banten, Surat, Madras (Fort St. George, 1640) dan setelah 1668 di Bombay. Orang Inggris juga jauh lebih toleran daripada orang Belanda terhadap perdagangan swasta atau negara. Raja Narai biasanya menyambut para pedagang swasta Inggris, tetapi EIC tidak membuka kantor perwakilan dagang di sana lagi sampai 1675.

Dalam surat umum mereka tertanggal 22 Desember 1675 di Ayutthaya kepada EIC di London, kepala perwakilan Perusahaan Inggris menulis bahwa Raja “hath bin much abused by private traders” (banyak disalahgunakan oleh para pedagang swasta), tetapi telah memperlakukan pegawai-pegawai EIC “with civillity beyond expectation” [3] (dengan kesopanan luar biasa). Ayutthaya adalah tempat yang baik untuk menjual tekstil India dan barang-barang produksi Inggris. Raja Narai telah menjanjikan saham dalam perdagangan timah di bawah segelnya. Raja juga memberikan Inggris kredit (pinjaman?) 40 kati perak, 300 bahar timah dan 1000 pikul kayu secang. Beberapa bulan kemudian Inggris berharap bahwa Raja akan memberikan EIC “the same freedome as to buying skins & goods proper for Japan which the Dutch have” [4] (kebebasan yang sama seperti yang dimiliki orang Belanda untuk membeli kulit binatang & barang-barang yang baik untuk Jepang). Hal tersebut memperlihatkan dengan sangat jelas bahwa Raja Narai tidak ingin hanya bergantung pada hubungan perdagangan eksklusif dengan Belanda, melainkan ingin mempertahankan monopoli kerajaannya dan memberikan hak kepada siapa saja yang ia ingini. Dari semua penguasa Asia Tenggara, raja-raja Siam adalah yang terbaik dalam memainkan permainan dengan Eropa sampai ketika kebijakan luar negeri dan diplomasi Raja Narai terungkap pada pertengahan tahun 1680-an.

 

Sumber Acuan:

Cruysse, Dirk van der, Siam & the West 1500-1700 (Chiang Mai: Silkworm Books, 2002).

Farrington, Anthony & Dhiravat na Pombejra, The English Factory in Siam 1612-1685 (London: The British Library, 2007), Jilid I.

-----

[1] EIC, East India Company, perusahaan dagang Inggris di Asia.

[2] A. Farrington & Dhiravat na Pombejra, The English Factory in Siam 1612-1685, Jilid I, hlm. 379.

[3] Farrington, The English Factory, Vol. I hlm. 394-396.

[4] Idem, hlm. 407.

Hendrik E. Niemeijer, “Surat berasal dari Raja Siam Narai (memerintah 1656-1688) ditujukan kepada Pemerintah Agung, (diterima) 2 Maret 1674, dan jawaban dari Batavia, 27 April 1674”. Dalam: Harta Karun. Khazanah Sejarah Indonesia dan Asia-Europa dari arsip VOC di Jakarta, dokumen 23. Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, 2016.