Surat berasal dari Raja Siam Narai (memerintah 1656-1688) ditujukan kepada Pemerintah Agung, (diterima) 1 Desember 1668

Penggambaran orang Prancis tentang Raja Narai

Kata Pengantar oleh Hendrik E. Niemeijer, Senior Lecturer in Maritime and World History (Diponegoro University, Semarang)

Download the full article in PDF

Pedagang Inggris John South menulis pada tahun 1661 tentang Ayutthaya: “This is absolutely the best scale I have bin at in India and we have our custome free for ever” (Ini benar-benar tempat terbaik yang saya pernah lihat di India dan kita memiliki cukai gratis selama-lamanya). Kapal-kapal datang dari Makau, Tonkin, Cochin-Cina dan Manila pada bulan Februari dan Maret; pada bulan Mei dan Juni kapal Belanda dan Inggris tiba dari Banten dan Batavia; beberapa bulan kemudian terlihat kapal layar dan perahu dayung dari Makassar, Johor dan Aceh, dan akhirnya, pada bulan November, kapal-kapal yang terlibat dalam perdagangan dengan Jepang.

Ayutthaya adalah pelabuhan penting bagi Belanda, karena kota itu terletak di sepanjang jalur laut ke loji perwakilan dan properti VOC di Tonkin, Formosa (Taiwan) dan Jepang, dan tidak ada negara Eropa lainnya yang lebih sering mengunjungi pelabuhan Siam daripada orang Belanda pada masa 1650-an dan 1660-an. Orang Siam juga datang ke Banten dan Batavia, dengan kapal jung dan perahu dayung mereka sendiri. Kadang-kadang mereka melanjutkan perjalanan mereka ke pantai Timur Laut Jawa untuk membeli kuda yang ditukar dengan timah dan porselen biasa. Nakhoda-nakhoda kapal Siam ini membawa surat-surat dari raja-raja dan hadiah-hadiah untuk Sultan Banten, Susuhunan Mataram dan Pemerintah Agung di Batavia, kadang-kadang bahkan juga membawa gajah. Dengan demikian, Batavia adalah salah satu kontak diplomatik dan mitra dagang dari raja-raja Siam.

Hubungan Belanda-Siam memburuk pada awal tahun 1660-an. Meskipun analisis lengkap tentang jalannya peristiwa itu masih tidak ada dalam literatur sejarah; adalah jelas bahwa kembalinya bangsa Inggris ke Ayutthaya dan perang Siam dengan Orang Utara memakan  banyak tenaga kerja dan sumber daya dan memiliki dampak negatif terhadap perdagangan Belanda. Pada saat itu juga ada persaingan sengit dengan orang-orang “Moor”, tetapi lebih-lebih lagi dengan orang-orang Cina dan kapal-kapal jung Siam (berawak Cina) yang berlayar ke Cina, Taiwan dan Jepang. Pada tahun 1662, VOC juga berselisih lagi dengan Portugal dan hal tersebut juga menyebabkan terebutnya Cochin Portugis di Pantai Barat India. Penangkapan VOC terhadap sebuah kapal dekat Hainan antara Canton dan Makau yang mengibarkan bendera Portugis dan dengan awak orang-orang Portugis menyebabkan pertengkaran di Ayutthaya karena kapal tersebut diperlengkapi oleh Raja Narai. Meskipun Sang Raja sendiri sedang dalam ekspedisi militer, loji VOC dikepung dan kemudian Raja Narai meminta 84.000 gulden sebagai kompensasi untuk kapal yang ditangkap tersebut.

Faktor lain adalah perilaku okya Phichit – seorang pejabat tinggi Siam yang bertindak sebagai ‘voorkoper’, atau perantara pedagang – yang memonopoli sebanyak mungkin penjualan kulit rusa. Sebagai tanggapan, Pemerintah Agung memutuskan untuk meninggalkan Ayutthaya sama sekali. Pada tanggal 5 September 1663 kapal Princesse Royale, dan kapal-kapal fluyt [1] Hoogcaspel dan Elsenburg, meninggalkan Batavia untuk menuju Siam dengan tujuan secara diam-diam membongkar dan mengosongkan loji-loji di sana. Kapal-kapal fluyt juga diperintahkan untuk mencegat dan menangkap kapal-kapal jung Cina yang menuju Siam [2].

Pada tanggal 25 Oktober ke semua 15 pegawai Perusahaan Kompeni meninggalkan loji VOC diam-diam dan pergi ke hilir dengan perahu cepat Kamboja ke gudang Amsterdam, di mana kapal Princesse Royale dan Elsenburg telah menunggu mereka. Kapal Princesse Royale kembali ke Batavia pada 9 Desember 1663 dengan semua uang (12.051 real Spanyol) dan barang-barang dari loji, termasuk 5.328 pikul kayu secang, 6.154 tempayan minyak kelapa, 1.549 kulit rusa dan barang-barang lainnya. [3]

Karena tidak senang dengan keberangkatan tak terduga tersebut, Raja Narai mengirim dua diplomat ke Batavia pada bulan Februari 1664. Dalam sebuah surat, Phrakhlang menjelaskan kepada Pemerintah Agung bagaimana okya Phichit (seorang bangsawan Muslim keturunan Persia) dipersalahkan, dan bagaimana ia telah dihukum oleh Raja. Raja menyatakan keinginannya bahwa VOC harus kembali ke Ayutthaya. Pemerintah Agung memutuskan pada 10 Juni 1664 untuk mengirimkan Pieter de Bitter dengan kapal Zirkzee ke Siam untuk menyelesaikan perselisihan dengan Raja. Enoch Poolvoet bergabung dengannya, untuk berjaga-jaga apabila ada kemungkinan kantor perwakilan VOC bisa dibuka kembali. [4] Kapal Zirkzee tiba di mulut sungai Chao Phraya pada tanggal 15 Juli. Segera setelah kedatangannya, para pengawal pintu tol masuk ke kapal dengan berita bahwa Raja Narai sangat cenderung untuk memperbaharui aliansi lama dengan VOC.

Kapal Zirkzee kembali ke Batavia pada tanggal 30 November dengan muatan kayu secang dan minyak kelapa. Pieter de Bitter menyerahkan laporannya, surat dari Poolvoet dan surat kerajaan dari Raja Narai sendiri dalam bahasa Melayu. Catatan Harian Kastel Batavia meringkaskan laporan dan surat-surat yang diterima, yang mencerminkan rasa kemenangan . Surat Batavia diterima di Siam dengan protokol yang resmi pada tanggal 1 Agustus dan dibuka oleh Raja di hadapan banyak bangsawan Siam, semua membawa kotak sirih perak yang mereka terima sebagai hadiah dari Raja. Disimpulkan bahwa jalinan hubungan timbal balik telah benar-benar terganggu oleh si pengacau okya Phichit tanpa sepengetahuan Raja, dan tindakan-tindakan kurang ajar dari orang Cina, yang digunakan oleh okya Phichit untuk mengepung loji Belanda. Raja tidak menyadari adanya pelanggaran-pelanggaran di istana, okya Phichit segera dicopot jabatannya dan kemudian dihukum.

Sehari setelah upacara, pejabat-pejabat Belanda dan Siam mulai membuat rancangan teks kontrak perjanjian baru, yang ditandatangani pada tanggal 22 Agustus 1664. Perjanjian 1664 mengatur perdagangan tak terbatas dengan semua pedagang di Siam, Ligor (Nakhon Si Thammarat) dan Ujung Salang (“Junkceylon” atau Phuket), tanpa ada kenaikan biaya tol di masa depan. Raja berjanji untuk tidak menggunakan orang Cina di kapal-kapal jung Raja yang ke Jepang, Canton, Cochin Cina atau Tonkin. Pasal yang paling penting adalah pasal mengenai hak eksklusif VOC, dengan mengesampingkan semua pedagang lain, tidak peduli apa kebangsaannya, untuk perihal ekspor kulit rusa dan kulit sapi. VOC tidak diizinkan untuk menyerang atau menampilkan permusuhan apapun terhadap kapal asing atau kapal yang memasuki perairan Siam. Teks lengkap dari perjanjian ini dimasukkan dalam Catatan Harian Kastel Batavia segera setelah kedatangan kapal Zirkzee pada 30 November 1664 [5].  Dalam sebuah kalimat di bawah perjanjian itu dilaporkan bahwa Raja telah menekankan – melalui Phrakhlang – bahwa dengan perjanjian ini kekuasaannya tertantang.

Tahun-tahun setelah Perjanjian 1664 menunjukkan bisnis berjalan seperti biasa. Kapal Princesse Royale kembali berlayar ke Siam pada bulan Agustus 1665 dan kapal lainnya yang berlayar untuk tujuan Tonkin, Jepang dan Hoksieuw juga mengunjungi Ayutthaya di tahun-tahun berikutnya. Raja Narai mengirimkan surat secara teratur ke Batavia pada bulan Desember 1665, Desember 1666, November 1667, dan Oktober / November 1668.

Surat diplomatik dari Raja Narai dari tahun 1668 datang dengan perginya pedagang eksekutif Enoch Poolvoet, yang mendapatkan izin untuk membawa anak-anaknya (dari seorang wanita Siam) untuk ikut dengannya ke Batavia. Poolvoet tiba di kapal Goeree dengan muatan yang baik, berupa kayu secang dan empat gajah sebagai hadiah dari Raja. Hanya sepuluh hari setelah kedatangan kapal Goeree, kapal fluyt Elburgh tiba di Batavia dengan kargo yang lebih kecil, yaitu 1.400 pikul kayu secang, 63 last beras dan 2.490 martaban [6] minyak kelapa. Beserta itu juga disampaikan surat kedua dari Raja Narai dalam  satu bulan tersebut, dan sebuah surat dari Nicolaes de Roy, pedagang eksekutif di Ayutthaya (1669-1672), tertanggal 16 November 1668. Dalam surat ini dinyatakan tentang penghargaan Raja untuk Enoch Poolvoet.

Dibandingkan dengan surat-surat kerajaan pada abad ke-18, surat-surat dari masa Raja Narai selalu pendek dan jarang mengandung pertimbangan politik yang jelas. Cuplikan-cuplikan surat dari tahun 1668 menunjukkan beberapa kekhawatiran utama dari Raja. Dia sering meminta dikirimi pekerja terampil atau ahli militer dari Batavia, atau meminta barang-barang mewah dan barang-barang gadget.

 

Sumber Acuan:

Brummelhuis, Han ten, Merchant, Courtier and Diplomat. A History of the Contacts between the Netherlands and Thailand (Lochem-Gent: de Tijdstroom, 1987).

Dhiravat na Pombejra, “The Dutch-Siamese Conflict of 1663-1664: A Reassessment”, dalam Leonard Blussé (ed.), Around and About Formosa (Taipei: T’sao Yung-ho Foundation for Culture and Education, 2003) hlm. 291-306.

-----

[1] Fluyt (berarti ‘fluit’ atau seruling) adalah jenis kapal kargo Belanda pada abad ke-17 dan 18, dengan tiga tiang pendek, dek yang sempit, tetapi mempunyai lambung yang lebar.

[2] [DKB] Dagh-Register gehouden int Casteel Batavia Anno 1663, Bataviaasch genootschap 1891, hlm. 435-436. Latar belakangnya tentu saja karena penaklukan yang memalukan dari Fort Zeelandia di Formosa oleh panglima perang Cina Coxinga (juga dikenal sebagai Zheng Chenggong). Fort tersebut diserahkan pada 1 Februari 1662.

[3] DKB 1663, hlm. 655.

[4] DKB 1664, 10 Juni 1664, hlm. 236-237.

[5] DKB 1664, 30 November 1664, hlm. 523-525.

[6] Martaban, atau martavan, tempayan merah bata.

 

Hendrik E. Niemeijer, “Surat berasal dari Raja Siam Narai (memerintah 1656-1688) ditujukan kepada Pemerintah Agung, (diterima) 1 Desember 1668”. Dalam: Harta Karun. Khazanah Sejarah Indonesia dan Asia-Europa dari arsip VOC di Jakarta, dokumen 22. Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, 2016.