Surat dari Raja Tonkinmengenai pemutusan hubungan dagang dengan VOC, 10 Februari 1700

Kata Pengantar oleh Hoang Anh Tuan

Download the full article in PDF

Sejak awal abad ketujuh belas, kerajaan Tonkin (atau  Đàng Ngoài) yang terletak di Vietnam utara terkenal berkat sejumlah komoditi ekspor utamanya seperti sutra mentah, barang-barang sutra dan keramik kasar. Orang-orang Jepang, Cina dan Portugis sering berkunjung ke Tonkin untuk membeli sutra bagi pasar Jepang. Perdagangan sutra menarik perhatian VOC. Di tahun 1637, orang Belanda berhasil menjalin hubungan perdagangan dan diplomatik dengan Tonkin dan mendirikan kantor dagang mereka di ibu kota Thăng Long (kini Hanoi) hingga tahun 1700. Perdagangan Belanda dalam “sutra Vietnam untuk perak Jepang” yang menguntungan itu kemudian juga mendorong orang Inggris, di tahun 1672,  dan Perancis, di awal 1682, untuk berdagang ke Tonkin.

Akan tetapi, di perempat tahun 1600-an, Tonkin sudah tidak lagi merupakan tempat perdagangan yang menguntungkan. Sutra Vietnam tidak lagi mendatangkan keuntungan besar di Jepang, sementara keramik Vietnam tidak laku di pasar-pasar kepulauan Asia Tenggara. Di Tonkin, kondisi perdagangan juga cepat memburuk. Musibah alam yang berturut-turut mendera perekonomian negara itu menyurutkan para perajin setempat memroduksi barang-barang ekspor. Lebih parah lagi, sesudah perang saudara yang berkepanjangan melawan kerajaan Quinam (atau Đàng Trong) di Vietnam selatan usai, para penguasa Tonkin nampaknya menjadi lebih acuh tak acuh untuk berdagangn dengan pihak asing oleh karena mereka tidak lagi membutuhkan pasokan senjata dari orang-orang Barat. Orang Belanda, karena berpedoman pada strategi jangka panjang, utamanya peluang membuka hubungan dagang dengan Cina, tetap ingin mempertahankan perdagangan mereka dengan Tonkin kendati ketika itu perdagangan tersebut sudah tidak lagi menguntungkan. Mereka berpendapat bahwa akan sukar sekali untuk menjalin kembali hubungan dengan Tonkin apabila mereka meninggalkan negara itu.

Kendati Belanda tetap bertahan, hubungan antara VOC dengan Tonkin cepat memburuk selama dua dasa warsa terakhir abad ketujuh belas, khususnya sesudah Chúa (Yang Dipertuan) Trịnh Căn (memerintah 1682-1709) naik tahta. Oleh karena perdagangan dengan Tonkin memberikan hasil yang sangat minim, maka Batavia mengurangi nilai hadiah-hadiah yang diberikan kepada Chúa, yang membuat yang bersangkutan menjadi kurang senang. Di tahun 1682, Chúa, memberitahukan Belanda bahwa hadiah-hadiah yang diterimanya bernilai begitu rendah dan sebab itu Kompeni harus angkat kaki dari negaranya, demi mencegah meletusnya perselisihan antara mereka. Di tahun 1688 dan 1689, Chúa tidak lagi berkirim surat kepada Gubernur Jenderal karena Batavia tidak mengirimkan benda-benda yang dimintanya. Di tahun 1691, ia mengancam akan membubarkan kantor Belanda di ibukota karena Batavia tidak mengirim hablur yang telah dipesannya beberapa tahun silam. Nampaknya, rasa tidak senangnya pada Kompeni mencapai titik terendah di tahun 1693, ketika ia menjebloskan ke penjara kepala kantor, Jacob van Loo bersama nahkoda kapal Westbroek karena mereka tidak dapat membawa batu amber. Kedua orang Belanda itu baru dibebaskan sesudah pihak Kompeni menandatangani kesepakatan dan berjanji untuk menyerahkan batu tersebut dan beberapa benda lain yang dipesan oleh Chúa yang akan dibawa dengan kapal berikut. Di tahun-tahun berikutnya, perlakuan buruk yang dijalankan Chúa kepada para pegawai Kompeni dan kawula lainnya tetap terjadi. Di tahun 1694, umpamanya, oleh karena kantor Belanda tidak dapat menyerahkan 200 tael perak, maka Chúa menahan pedagang Gerrit van Nes dan penerjemah selama sepuluh hari. Di tahun berikutnya, kembali ia memenjarakan penerjemah kantor dan merampas sebagian barang perak kantor itu sebagai kompensasi kepada dirinya karena berpendapat bahwa berbagai hadiah yang diberikan Batavia kepadanya tahun itu kurang berharga.

Di Batavia, Pemerintah Agung, sesudah menimbang pemenjaraan serta penahanan para pegawai Kompeni, mulai mempertimbangkan untuk menghentikan perdagangan Kompeni dengan Tonkin yang tidak menguntungkan. Dalam surat mereka kepada Heren Zeventien di tahun 1695, Gubernur Jenderal bersama Dewan Hindia menyarankan agar hubungan dagang dengan Tonkin diakhiri. Dalam rapat mereka di musim panas tahun 1697, Gubernur Jenderal bersama para anggota Dewan Hindia kembali mempertimbangkan untuk menghentikan perdagangan Kompeni dengan Tonkin. Mereka mendesak bahwa oleh karena perdagangan dengan Tonkin tidak membuahkan keuntungan di tahun-tahun terakhir, dan mereka seringkali dipermalukan, maka tak ada alasan untuk memertahankan hubungan dagang yang sarat penipuan. Namun, oleh karena belum diterima jawaban resmi dari Negeri Belanda, maka Pemerintah Agung tidak ingin mengambil tanggung jawab untuk membuat keputusan yang begitu penting.

Sementara itu, ketegangan antara kantor Belanda dengan para penguasa Vietnam berlanjut. Dalam musim panas tahun 1696, Chúa yang tidak puas dengan hadiah-hadiah sederhana yang disampaikan Batavia kepadanya, kembali merampas sebagian perak kantor. Ia juga menahan para penerjemah selama dua puluh hari dan kantor diobrak-abrik tentaranya. Selama dua tahun selanjutnya, hubungan antara Kompeni dengan Tonkin semakin memburuk. Kendati Gubernur Jenderal mengirim sejumlah surat dengan nada kerukunan, Chúa terus mengumbar permintaan yang luar biasa dan bahkan tidak membalas surat Gubernur Jenderal.

Dalam keadaan demikian, Gubernur Jenderal dan Dewan Hindia kembali sepakat dalam rapat mereka di bulan Januari 1698, bahwa Kompeni akan hengkang dari Tonkin. Namun, mengherankan bahwa Heren Zeventien tetap ingin memertahankan hubungan perdagangan dengan Tonkin. Dalam surat jawaban mereka kepada Batavia, Heren Zeventien mengatakan bahwa apabila Kompeni menghentikan perdagangannya dengan Tonkin, kemana lagi mereka harus membeli barang-barang sutra seperti  peling, hockien, dan chiourong untuk pasar Belanda? Gubernur Jenderal dan Dewan Hindia tidak terpengaruh oleh sanggahan tersebut dan mereka tetap memertahankan pendapat mereka bahwa kantor di Tonkin harus ditutup. Mereka mengatakan, apabila Kompeni tidak dapat membeli peling dan barang tekstil sejenisnya dari Tonkin, maka modal investasi tersebut dapat dibelanjakan untuk membeli barang-barang lain di tempat-tempat dagang lain seperti Bengala dan Batavia, dengan kemungkinan memeroleh laba yang lebih menjanjikan.

Ketika kemudian disadari bahwa di musim dingin tahun 1698/9 para penguasa Trinh lalai membalas surat Gubernur Jenderal, Pemerintah Agung menyimpulkan bahwa tak ada alasan apa pun bagi Kompeni untuk menunda penutupan perdagangan Tonkin. Di bulan Juni 1699, keputusan untuk menghentikan perdagangan dengan Tonkin diambil. Sebuah kapal dikirim ke Tonkin untuk terakhir kali untuk mengangkut pulang para pegawai dan barang-barang Kompeni ke Batavia. Dalam surat kepada Chúa dan kepada Putera Mahkota untuk menjelaskan keputusan Kompeni, Gubernur Jenderal menegaskan bahwa Kompeni mungkin akan kembali berhubungan dengan Tonkin apabila Chúa menganggap hal itu perlu. 

Berkebalikan dengan harapan Batavia, Chúa Trịnh Căn sama sekali tidak merisaukan kepergian Kompeni. Di musim dingin 1699/1700, sesudah memindahkan semua barang Kompeni, Kepala Kantor Van Loo menyerahkan kunci-kunci kantor kepada orang kasim setempat dan tanpa resmi mengucapkan selamat tinggal  atau upacara apa pun, orang Belanda meninggalkan Tonkin, membawa pulang semua barang Kompeni dan muatan kapal yang tidak seberapa. Sebelum orang Belanda pergi di musim semi tahun 1700, Chúa Trịnh Căn mengirim surat tersebut dalam dokumen ini kepada Gubernur Jenderal. Nampaknya Chúa bersikap ragu-ragu menghadapi keputusan Belanda untuk meninggalkan negaranya, dan mengatakan bahwa “sesudah Yang Mulia membaca surat ini dengan seksama, Gubernur Jenderal dan para anggota Dewan Hindia mungkin akan berubah pikiran”. Namun, Batavia, karena tidak mendapat konsesi apa pun dari Chúa, memutuskan untuk mengakhiri hubungan dagang selama 63 tahun dengan kerajaan Tonkin di Utara Vietnam itu.

Referensi: Hoang Anh Tuan, Silk for Silver: Dutch-Vietnamese Relations, 1637-1700. Leiden: Brill, 2007.

Hoang Anh Tuan, “Surat dari Raja Tonkin mengenai pemutusan hubungan dagang dengan VOC, 10 Februari 1700”. Dalam: Harta Karun. Khazanah Sejarah Indonesia dan Asia-Eropa dari Arsip VOC di Jakarta, dokumen 3. Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, 2013.